Rabu, 26 Mei 2010

Pengertian Dan sejarah Hermeneutika

PENGERTIAN, SEJARAH, DAN
METODE HERMENEUTIKA

A. Pendahuluan

a. Latar Belakang
Hermeneutika sebenarnya bukan barang asing bagi orang yang mempunyai ilmu, sepeti ilmu teologi, kitab suci, filsafat dan ilmu-ilmu sosial. Menurut sejarah metode ini sudah dipakai dalam penelitian teks-teks kuno yang bersifat autoritatif, seperti teks kitab suci, kemudian hal tersebut juga diterapkan dalam teologi dan merefleksikan secara filosofis, sampai pada akhir ini juga menjadi metode dalam ilmu-ilmu sosial. Kemudian hermeneutika merupakan penafsiran teks dan dipakai dalam berbagai bidang lainnya, seperti sejarah, hukum, sastra, dan lainnya.
Ada beberapa problem mengenai hermeneutika, terutama mengenai teks-teks. Sebagaimana apabila seseorang membaca sebuah teks dari seorang pengarang yang dikenalnya atau sezaman, maka pembaca tidak akan ada kesulitan memahami kalimat-kalimat ataupun istilah-istilah khusus yang termuat dalam teks tersebut, sehingga ketidak jelasan makna teks yang terkandung dapat di atasi secara lisan oleh pengarangnya apabila ia masih hidup. Atau dengan pemahaman kata, kalimat, dan terminologi khusus yang sudah dikenal pada zaman ini. Akan tetapi persoalannya akan lebih jauh apabila teks tersebut dari zaman dahulu, sebab orang yang hidup pada zaman ini terputus oleh sebuah rentang waktu yang panjang, sehingga kata-kata, kalimat, dan terminologi khusus dalam sebuah teks sulit untuk dipahami dan tidak jarang banyak yang salah paham.
Disinilah problem-problem hermeneutika tercuat baik dalam penafsiran teks kitab, sejarah, hukum, dan lainnya. Oleh sebab itu dalam memahami hermeneutika teks amat sangat bermanfaat untuk menambah wawasan atau cara pandang terhadap produk budaya masa lalu atau tradisi ilmu yang berkenaan dengannya.





B. Pembahasan

a. Pengertian Hermeneutika
Kata Hermeneutika berasal dari bahasa Yunani Hermeneuine dan Hermenia yang artinya Menafsirkan dan Penafsiran. Pengetian tersebut mengungkapkan bahwa Hermeneutika merupakan usaha peralihan relatif kapada ideal. Ada banyak pengertian yang di aprisiasikan oleh para ilmuan Hermeneutika, yaitu Hermeneuin dapat difahami sebagai macam peralihan dari sesuatu yang relatif dan abstrak, kepada ungkapan dalam bentuk bahasa yang ideal, dan hal tersebut merupakan penafsiran. Dalam pengertian lain disebutkan bahwa Hermeneutika merupakan penerjemahan terhadap usaha peralihan diri dari bahasa yang asing yang maknanya tidak jelas kepada bahasa yang makna jelas, seperti bahasa yunani di artikan dan menjelaskan dengan bahasa ingris bagi orang ingris, atau diartikan dan menjelaskan kedalam bahasa indonesia bagi orang indonesia.
Dalam pengertian metodologi yunani mengungkapkan, bahwa ada seorang tokoh yang namanya dikaitkan oleh Hermeneuein, yaitu Hermes. Menurut mitos Hermes adalah nabi atau utusan Tuhan yang menafsirkan kehendak sang Tuhan atau lebih kerap disebut dewa oleh orang yunani pada masa itu , untuk menjelaskan kepada manusia baik perintah maupun larangan bagi manusia itu sendiri. Perngertian dari metodologi ini sering dijelaskan dalam teks-teks kitab suci, baik kitab suci umat muslim, kristen, yahudi, dan lainnya, sebagaimana tugas nabi menerjemahkan dalam teks kitab suci yang ia bawa. dalam teknik pemahaman lebih merupakan sebuah seni dari sebuah teori atau science mengenai pemahaman itu sendiri. Akan tetapi dari masa kemasa hermeneutika menjadi sebuah disiplin ilmu penafsiran sebuah teks kitab suci.
Banyak pengertian mengenai Hermeneutika. Menurut Palmer ada dua unsur yang mesti dibedakan dalam pencarian definisi Hermeneutika. Pertama: memandang Hermeneutika sebagai perinsip metodologi utama yang mendasari usaha Interpretasi. Kedua: melihat Hermeneutika sebagai eksplorasi filosofis mengenai karakter dan kondisi yang diperlukan bagi semua bentuk pemahaman. Carl Braaten merangkum kedua pendekatan tersebut dengan mendifinisikan Hermeneutika sebagai sebuah kata atau kajian dalam waktu dan budaya sehingga dapat dimengerti dan menjadi bermakna secara Eksistensial dalam situasi sekarang ini (braaten 1966, h. 131). Menurut Rudolf Bultmann istilah Hermeneutika secara umum dipakai untuk mendiskripsikan dalam menjembatani jurang antara masa lalu dan masa kini (ferguson 1986, h. 5). Hermeneutika sendiri mengasumsikan bahwa setiap orang memahami teks dalam berbagai persoalan. seperti yang terdapat pada kaum Muslim afrika selatan mengenai kisah historis Al-Qur’an sebagai kumpulan sebuah teks kitab suci umat Islam, dan penerimaannya dalam kondisi sosiopolitik tertentu. dengan kata lain umat Islam tidak berbeda pendapat mengenai Al-Qur’an, akan tetapi mereka berbeda pendapat mengenai penafsiran dan cara untuk memahaminya.

b. Sejarah Perkembangan Hermeneutika
Banyak orang menanyakan dari mana istilah Hermeneutika berasal? Kata Hermeneutika dalam bahasa Ingris Hermeneutics berasal dari kata Yunani Hermeneuine dan Hermenia yang berarti menafsirkan dan penafsiran. Kata Hermeneutika sendiri diambil dari kata ”Hermes” yang didalam teologi yunani dikatakan sebagai Nabi atau utusan yang diutus oleh Dewa Zeus untuk menyampaikan pesan dan berita kepada manusia dibumi. Akan tetapi menurut Aristoteles kata ”Hermeneias” ialah ungkapan atau pernyataan, dan tidak lebih dari itu. Hermes yakni Nabi atau utusan yang dapat menafsirkan perkataan Dewa Zeus sebagai pedoman bagi umat di zaman tersebut yang mempunyai arti luas yaitu sebagai sebuah pedoman untuk memahami teks yang bersifat Autorelatif, seperti halnya dogma-dogma dalam kitab suci, sehingga dalam teknik pemahaman Hermeneutika lebih merupakan sebuah ”Seni” pemahaman dari suatu ”Teori” mengenai pemahaman sendiri. Mengenai sejarah perkembangan Hermeneutika banyak fersi, sehingga pembahasan mengenai sejarah tersebut sulit untuk di ketehui kebenaran kapan mualanya hermeneutika, sebab Hermes sendiri mitos orang Yunani.

1. Awal Perkenalan Hermeneutika
Kata latin Hermeneutika muncul pada abad 16 yang diperkenalkan oleh seorang Teolog Strasborg yang bernama Johann Konrad Danhauer (1603-1666) dalam bukunya yang berjudul Hermeneutika Sacra Sive Metodhus Eksponendarms Sacrarum Litterarum, yang menilai Hermeneutika sebagai syarat penting bagi setiap ilmu pengetahuan yang mendasarkan keabsahannya pada interpretasi teks-teks, sehingga iapun dijuluki sebagai bapak Hermeneutika teologi. dalam bukunya secara terbuka ia mendiskripsikan inspirasinya dari risalah Peri Hermeneias (De Interpretatiaons) Aristoteles, yang mengkalaim bahwa ilmu interpretasi yang baru berlaku tidak lain menjadi pelengkap dari Organon Aristotelian. pada zaman ini pula Hermeneutika mengandung dua pengertian, yaitu Hermeneutika sebagai sepertangkat prinsip Metodologis penafsiran dan sebagai filosofis dari sifat dan kondisi yang tidak bisa dihindari dari kegiatan memahami.
Akan tetapi Wiliam Dilthey sebagai sejarawan Hermeneutika pertama, menyatakan bahwa Hermenutika telah muncul satu Abad lebih awal sesaat setelah lahirnya prinsip Sila Scriptura Luther, yang terdapat pada karya pengikut luther seperti philipp malanchotn (1497-1560) dan flacius illyricius (1520-1575).

2. Hermenutika Zaman Modern
Hermeneutika pada zaman ini cenderung mengacu pada Filosof atau pemikiran, dan pada saat itu pembawa Hermeneutika filosof dan memperkembangkan menjadi disiplin ilmu dalam Perspektif filsafat ialah Schaleiermacher, ia berkebangsaan Jerman dan membawa Hermeneutika dari ruang lingkup Biblical Studiens keruang lingkup filsafat, sehingga ia dianggap sebagai pemrakarsa Hermeneutika Modern. ia berpendapat bahwa bentuk teks dapat menjadi objek Hemeneutika dan tidak terbatas pada kitab suci. kemudian Hermeneutika dikembangkan oleh Wilhelm Dilthey sendiri yang menggas Hermeneutika sebagai landasan ilmu-ilmu kemanusiaan. kemudian dikembangkan Hans-Goeorg Gadamer yang mengembangkannya menjadi Metode filsafat, kemudian dikembangkan oleh para filosof kontenporer seperti Paul Ricoeur, Jargen Habermas, Jacques Derrida, michel foucaitl, Lyotanrd, Jean Baudrillard, dan lainnya.
Sehingga pada zaman sekarang Hermeneutika dibagi menjadi dua komponen ilmu, yaitu filsafat dan teologi.

a) Teologi
Dalam Teologi Yahudi tafsir dalam bentuk teks-teks taurat dilakukan oleh ahli kitab, yaitu seseorang yang dalam masa hidupnya mengabdikan diri untuk mempelajari dan menafsirkan hukum-hukum dalam agama Yahudi. Adapun selain ahli kitab dalam masyarakat yahudi juga terdapat tokoh-tokoh mufassir, yaitu para nabi. Mereka mendidik masyarakat yunani sambil mendiskripsikan kritik sosial terhadap praktek-praktek agama yang tidak adil dalam merealisasikannya. Dalam merealisasikan fungsinya mereka juga berupaya memberikan penafsiran mengenai pemahaman agama yang benar dan yang sesat atau salah, yang mana hal tersebut diambil dari pengalaman pribadi sang nabi.
Hal tersebut berbeda dengan Tradisi orang Kristiani (1977) yang menerapkan Hermeneutika pada teks-teks perjanjian lama. Orang-orang Kristiani Klasik menafsirkan teks-teks tersebut dengan pengalaman iman Yesus Kristus yang wafat dan akan bangkit pada akhir zaman. Dalam Hermeneutika teks kitab suci orang-orang Kristen mendiskripsikannya dalam dua macam penafsiran, yaitu penafsiran simbol dan penafsiran harfiah. Kedua Hermeneutika ini menimbulkan kontroversial antara Mazhab Antiokhia dan Mazhab Aleksandria, yang mana Mazhab Antiokhia menfsirkan kitab suci secara Harfiah, dan Mazhab Aleksandria secara Alegoris atau Simbolis. Kemudian puncak permasalahan Hermeneutika teks kitab suci orang Kristen berawal dari zaman Reformasi, sehingga agama Kristen terpecah dalam memahami Hermeneutika. Golongan kristen protistan masih memegang prinsip Sola Sciptura (hanya kitab suci). Adapun katolik memegang prinsip Tradisi. Pada masa inilah Hermeneutika menjadi hal yang penting dan memiliki implikasi Sosio-Politis yang sangat luas. Sebab inilah agama Kristen pasca reformasi mengembangkan teologinya menurut prinsip Hermeneutikanya sendiri sehingga perbedaan tersebut mewujudkan bentuk Sosioreligius yang berbeda pula.

b) Filsafat
Dalam filsafat refleksi kritis mengenai Hermeneutik dirintis oleh Friedrich Schleiermacher, ia berpendapat Divinatorishes Verstehen (Pemahaman Intuitif), yaitu penafsiran membutuhkan intuisi tentang karya yang sedang dipelajari, dan teks yang dihadapi oleh seseorang tidak sepenuhnya asing dan juga tidak sepenuhnya biasa, sebab dalam memahami teks tersebut dapat diatasi dengan mencoba memahami pengarangnya, dengan kata lain seorang mufassir harus memahami psikoligis pengarangnya. Akan tetapi pandangan Schleiermacher mendapat banyak Kritikan, sebab terlalu Psikoligistis dan sulitnya mengatasi kesenjangan waktu yang memisahkan cakrawala budaya dan cakrawala pengarang. Adapun pemaknaan yang radikal di Representasikan oleh martin Heidegger, bahwa Hermeneutika ”pemahaman” merupakan bagian dari eksistensi manusia sendiri dalam memahami dunia dan sejarahnya, sebab manusia menjadi sebuah cakrawala bagi dirinya sendiri. Iapun mendiskripsikan kritik terhadap Hermeneutika romantis yang dirintis oleh Shleiermacher dan Dilthey . Menurut Heidegger kesenjangan waktu antara masa sekarang dan pengarang tidak harus diatasi seolah-olah menjadi suatu yang negatif, akan tetapi harus dipikirkan sebagai perjumpaan cakrawala pemahaman, dan seseorang pada masa sekarang dianjurkan untuk memperkaya wawasan pemahaman dengan membandingkan cakrawala pengarang. Oleh sebab itu suatu penafsiran tidak bersifat reproduktif belaka, melainkan produktif. Maksudnya makna teks bukan hanya makna bagi pengarang, melainkan makna bagi kehidupan sekarang dan masa depan, maka menurut Heidegger penafsiran adalah Proses Kreatif.
Sementara itu para pengembang Hermeneutika filasaf berpendapat bahwa Hermenetutika tidak tiba-tiba menjadi disiplin ilmu filsafat, akan tetapi Hermeneutika muncul pada awal sejarah peradapan manusia yang mencakup kajian metodologis Autentitas dan penafsiran teks, sehingga turun waktu yang panjang Hermeneutika berkembang menjadi kajian penafsiran secara menyeluruh dengan ruang lingkup yang lebih luas, sehingga Hermeneutika menjadi beberapa beberapa varian prinsip metodologis, yaitu:
1. Hermeneutika Romantis
2. Hermeneutika Metodis
3. Hermeneutika Fenomenologis
4. Hermeneutika Dialektis
5. Hermeneutika Kritis
6. Hermeneutika Dekonstruksionis
7. Hermeneutika Dialogis

c. Metode Hermenetika
Banyak varian prinsip dalam Metodologis Hermeneutika, yaitu:
1. Hermeneutika Romantis
Sebagai sistem metodologis pemahaman, Hermeneutika Romantis berangkat dari pertanyaan sederhana, “sebenarnya bagaimana pemahaman manusia dan bagaimana pemahaman itu terjadi?”. menurut perspektif Hermenetika Romantis ada lima komponen untuk memahami wacana ini, yaitu: Penafsiran, Teks, Maksud Pengarang, Konteks Historis, dan Konteks Kultural. tokoh Hermeneutika Romantis sekaligus menjadi Bapak dalam tokoh ini ialah Friedrich Ernst Danirl Schliermacher (1768-1834), ia juga adalah tokoh dari Hermeneutika filosof. mengenai pertanyaan di atas ia mengajukan dua teori pemahaman Hermeneutika. Pertama, pemahaman ketatabahasaan (Grammatical Understanding) terhadap semua ekspresi. Kedua, pemahaman psikoligis terhadap pengarang. dari kedua pendapat tersebut dapat di artika bahwa Hermeneutika menjadi sebuah Intuitive Undrstanding yang bertugas untuk merekonstruksi pikiran pengarang, sehingga pemahamannya dapat diperoleh tidak hanya pada pemahaman sejarah dan budaya pengarang saja, akan tetapi lebih harus melibatkan Subjektifitas pengarangnya. Jadi proses penafsiran berawal dari penafsiran teks, mulai dari konteks sejarah, kultural, bahkan latar belakan pengarangnya. sehingga penafsiran tersebut akan lebih baik apabila dilandasi dengan pengetahuan tentang latar belakan sejarah pengarang teks. hal ini disebabkan oleh pengungkapan bahasa tidak dapat sama dengan pemikiran pengarangnya, dan pemaknaan teks bukan hanya dibawa oleh bahasa yang dapat mengungkapkan realitas dengan sangat jelas, akan tetapi pada saat yang sama dapat menyembunyikannya dengan rapat-rapat, hal tersebut tergantung pemikirannya.
Hermeneutika ini disebut dengan Perspektif Hermeneutika Romantis, sebab latar belakang pengarang menjadi sentral kebenaran dari pemahaman teks, sebab kesalah pahaman justru muncul secara Otomatis atau Alamiah, sedangkan pemahaman harus dicari. dan secara ringkas model kerja Hermeneutika Romantis meliputi dua hal. Pertama pehaman teks melalui penguasaan terhadap aturan-aturan sintaksis bahasa pengarang, Kedua penangkapan muatan Emosional pengarang secara intuitif dalam dunia batin pengarang.
2. Hermenutika Metodis
Hermeneutika Metodis merupakan teknis memahami ekspresi tentang kehidupan yang tersusun dalam bentuk tulisan. Metode ini sama dengan teori Hermeneutika Romantis, akan tetapi Hermeneutika ini lebih menekannkan pada sisi psikologis pengarangnya guna memahami pernyataannya. sehingga Hermeneutika ini lebih menekankan pada sisi sejarah pengarang (Historis Pengarang). Hermeneutika ini berawal dari kritik tajam terhadap pendapat teori Schleiermacher dalam Hermeneutika Historisnya yang menyatakan bahwa manusia adalah makhluk biasa, kritikan tersebut dilontarkan oleh Willhem Dilthey (1833-1911), ia seorang filosof Historis dari Jerman. ia berbeda pendapat dari Schleiemachar yang berpendapat bahwa manusia tidak sekedar makhluk biasa yang hanya mendengar menulis dan membaca kemudian memahami dan menafsiri, akan tetapi labih dari itu saja, sebab manusia merupakan makhluk Esensial yang dapat memahami dan menafsiri dalam setiap aspek kehidupannya, dimana Ekspresi kebahasaan adalah hasil dari pengalaman penutur bahasa. sehingga manusia dapat memahami sejarah, disebabkan manusia sendiri yang menjadi pencipta sejarah. maka dalam sisi psikologi manusia tidak dapat dipisahkan dari sisi eksternalnya, sebab manusia sendiri adalah produk sistem sosoal menyejarah, sehingga makna tidak pernah berhenti pada satu masa saja, akan tetapi dapat berubah menurut motifasi sejarah.
3. Hermeneutika Dealogis
Hermeneutika Dealogis merupakan Interpretasi asumsi bahwa pemahaman yang benar akan dapat tercapai melalui dialektika dengan mengajukan banyak pertanyaan. artinya, pemikiran penafsir juga dimasukkan dalam pemahaman dalam makna teks sendiri. dengan kata lain proses pemahaman adalah proses peleburan antara kedua historis. pengarang dan konteks historis dari teks dipertimbangkan dalam proses kebersamaan dengan prasangka penafsiran, seperti tradisi, kepentingan praktis dan budaya.
Adapun tokoh dalam Hermeneutika Dealogis ialah Hans-Georg Gadamer (1900-2002), ia hidup di Marbug Jerman. dan karir paling puncaknya pada tahun 1960 ketika ia menulis karya yang cukup menomental yang berjudul Wahrheit and Methode (Kebenaran dan Metode) dan menjadi rujukan kajian Hermeneutika kontenporer sampai saat ini.
4. Hermeneutika Dialektis
Hermeneutika Dialektis merupakan upaya interpretasi dengan asumsi bahwa pemahaman adalah sesuatu yang muncul dan sudah ada mendahului kognisi. oleh sebab itu menurut teori ini dalam memahami teks tidak hanya dengan melacak makna yang di letakkan oleh pengarang dalam sebuah teks. akan tetapi harus dikaitkan antara keberaan masa kini dengan suatu tujuan oleh teks tersebut. dengan kata lain makna bukan sesuatu tunggal, akan tetapi makna adalah dinamika eksistensial. artinya pembacaan dan penafsiran akan selalu merupakan pembacaan ulang dan penafsiran ulang, sehingga pembacaan satu teks secara baru akan mendatangkan pemahaman dengan makna yang baru pula.
Tokoh teori ini ialah Martin Heidegger (1889-1976). ia adalah salah satu murid Husserl yang tertarik terhadap filsafat, akan tetapi ia menentang Fenomeologi Husserl yang mengharuskan Netralitas penafsiran. menurutnya pemahaman harus diketahui dengan prasangka-prasangka akan objek.
5. Hermeneutika Fenomologis
Hermenuetika Fenomologis merupakan pemahaman teks dengan cara membebaskan diri dari prasangka dan membiarkan teks sendiri, artinya teks merefleksikan kerangka mentalnya sendiri, dan penafsiran diharuskan netral dan menjauhkan diri dari ansur subjektifnya atas abyek.
Adapun Tokoh dalam teori ini ialah Edmund Husserl (1889-1938), ia adalah seorang filosof dalam aliran finomenologi. ia berpendapat mengenai fenomena ia berpendapat bahwa pengetahuan dunia objektif bersifat tidak pasti, sebab dunia objektif diwarnai oleh Apparatus Sensor yang tidak sempurna dari tubuh manusia dan aktifitas Rasional maupun dari Abstraksi pikiran. dengan begitu, ketika berusaha meraih pengetahuan, pasti tentang dunia objektif, dan pada dasarnya memastikan dunia persepsi dan dunia fenomena. ia juga menawarkan fenomenologi untuk melacak keteraturan sistematik dalam persepsi dan pemahaman melalui kepastian terhadap pengetahuan dunia objektif, yaitu dengan menerima apa yang sebenarnya terlihat dalam fenomena dan mengambarkannya dengan jujur.
6. Hermeneutika Kritis
Hermeneutika Kritis merupakan Interprentasi dengan pemahaman yang ditentukan oleh kepentingan sosial (Social Interest) yang melibatkan kepentingan kekuasaan (Power Inerest) sang Interpreter. secara Metodologis, teori ini dibangun atas klaim bahwa setiap bentuk penafsiran dipastikan terdapat bias atau unsur kepentingan Politik, Ekonomi, Sosial, seperti bias strata kelas, suku, dan gender. dengan kata lain metode ini mempunyai konsekkuensi curiga dan waspada (kitis) terhadap bentuk tafsir, seperti jargon-jargon yang dipakai dalam sains dan agama.
Adapun tokoh dalam Hermenetika ini ialah Jurgen Habermas (1929), ia seorang filosof jerman yang juga belajar Politik. sejalan dengan Gadamer, ia juga menempatkan bahsa sebagai unsur Fundamental Hermeneutika. sebab analisis suatu fakta dilakukan melalui hubungan simbol-simbol sebagai simbol dan fakta. hanya saja Hermeneutika dialogis Gadamer dianggapnya jarang memiliki kesadaran sosial yang kritis. menurut Gadamer pemahaman didahului dengan Pra-penilaian (Pre Judgement), maka bagi Habermas sendiri pemahaman dapat diketahui oleh kepentingan. artinya teori ini lebih mengedepankan refleksi kritis penafsiran dan menolak kehadiran prasangka dan tradisi, sehingga untuk memahami suatu teks seorang penafsir harus mampu mengambil jarak atau melangkah keluar dari tradis dan prasangka.
7. Hermeneutika Dekonstruksionis
Hermeneutika Dekonstruksioni merupakan pemahaman yang didapatkan melalui upaya untuk membangun relasi sederhana antara penanda dan petanda, dengan asumsi bahwa bahasa dan sistem simbol lainnya merupakan sesuatu yang tidak stabil. sebab makna tulisan akan selalu mengalami perubahan tergantung pada konteks dan pembacaannya, (Meaning Is Contextualized To The Relationship Between The And Its Reader).
Adapun tokoh dalam Hermeneutika ini ialah Jacques Derrida (1939), ia adalah seorang filosof Post-strukturalime kalahiran Al-jazair. mengenai filsafat bahasa ia membedakan antara tanda dan simbol yang berkaitan dengan teks diperlukan analisis yang cukup cermat. ia berpendapat bahwa objek timbul dalam jaringan tanda, kemudian jaringan atau rujukan tanda disebut dengan teks. artinya tidak ada yang diluar dari teks, sebab segala sesuatu akan ditandai oleh Tekstualitas.
Banyak Metode yang di terapkan oleh para filosof Hermeneutika, sehingga banyak pula pengertian yang mereka difinisikan mengenai Hermeneutika. oleh karena itu dari Zaman ke zaman Hermeneutika terus akan berkembang, sebab pengertian dalam sebuah teks akan berkembang sejalan dengan berkembangnya zaman dan ilmu pengetahuan yang didapat oleh manusia, sebab itu pula manusia diciptakan menjadi makhluk yang mempunyai rasa ingin tahu.































C. Kesimpulan

1. Banyak pengertian yang di difinisikan oleh para filosof atau teologi Hermenetika, akan tetapi pada puncakna Hermeneutika dalam bahasa Ingris Hermeneutics berasal dalam bahasa yunani Hermeneuine dan Hermenia yang artinya Menafsirkan dan Penafsiran dalam sebuah teks, baik teks yang terdapat pada Sejarah, Hukum, bahkan teks dalam Kitab Suci.
2. Hermeneutika berasal dari Mitos orang yunani, yang mana Hermeneutika menurut mereka berasal dari utusan Dewa Zeus yang bernama Hermes, Hermes sendiri dapat disebut sebagai Nabi atau utusan yang dapat mengartikan keinginan Tuhan yang berupa teks terhadap manusia atau makhluk yang ada dibumi ini. kata Hermeneutika dalam bahasa Latin muncul pada abad 17 M, yang dikenalkan oleh filosof jerman yang bernama Freidrich Ernst Daniel Schleiermancher (1768-1834), akan tetapi ada yang mengatakan bahwa hermeneutika sudah dikenal setahun lebih awal, yang dikenalkan oleh seorang teolog yang bernama Jhohann Konrad Dangauer (1603-1666). pada dasarnya Hermeneutika ada pada peradapan manusia yang dicakup kajian Metodologi tentang Audentitas dan penafsiran dalam sebuah teks. setelah itu hermeneutika dibagi menjadi dua bagian, Pertama, Hermeneutika teolog, Kedua, Hermeneutika filosof.
3. Ada beberapa varian Hermeneutika yang dibagi oleh para filosof disebabkan oleh pengertian yang berbeda mengenai Hermeneutika sendiri, sebagai berikut:
1) Hermeneutika Romantis
2) Hermeneutika Metodis
3) Hermeneutika Fenomenologis
4) Hermeneutika Dialektis
5) Hermeneutika Dialogis
6) Hermeneutika Kritis
7) Hermeneutika Dekonstruksionis
Dengan banyaknya Metode dalam Hermeneutika maka tidak heran disebabkan oleh berkembangnya zaman dan pemikiran yang di peroleh oleh para pemikir atau filosof.





Daftar Pustaka
F. Budi Herman, Meliputi Positivisme, dan Modernitas, 2003. Pustaka Kanisius. Yogyakarta
Hans-Georg Press, Penerjemah, Ahmad Sahidah, Kebenaran Dan Metode Pengantar Filsafat Hermeneutika, 2004. Pustaka Pelajar Offset. Yogyakarta
Hasan hanafi, Bongkar Tafsir Liberalisasi, Revolusi, Dan Hermeneutik. Tt. Pustaka Ar-Ruzz Media. yogyakarta.
W. Poespoprodjo, Hermeneutika. 2004. Pustaka Setia. Bandung
Karen Armstrong, Terjemah, Zaimul Am, Sejarah Tuhan Oleh Orang-Orang Yahudi, Kristen, Dan Islam, 1993, Mizan Pustaka, Bandung
Jean Grondin, Terjemah, Inyiak Ridwan Muzir, Sejarah Hermeneutik, 2007, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta
Fahrudin Faiz, Hermeneutika Al-Qur’an; Tema-tema Kontroversial, 2005, Elsaq Press. yogyakarta
H. M. Rasjidi, Bibel Qur’an Dan Sains Modern, 1978. Tp. Jakarta
Charles Kurzman, Terjemah, Bahlul Ulum Heri Junaidi, Wacana Islam Liberal, 2001. Paramadina. Jakarta
Farid Esack, Penerjemah A. Budiman. Membebaskan Yang Tertindas; Al-Qur’an, Liberalisme, Pluralisme. 2000. Mizan. Bandung
http://imronfauzi.wordpress.com/2008/07/12/hermeneutika-dan-interpretasi-sastra
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com