BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penetapan bulan Qamariyah atau bulan-bulan yang ada dalam kalender Hijriyah sangat penting untuk dipahami khususnya umat Islam. Karena hal tersebut sangat berpengaruh terhadap moment-moment penting dalam Islam (Ibadah). Akan tetapi selama ini penetapan bulan Qamariyah tidak pernah satu suara dalam Islam. Hal tersebut diakibatkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah acuan dan metodologi dalam penetapan bulan Qamariyah tersebut.
Di Indonesia misalnya, penetapan bulan Qamariyah juga terjadi perbedaan di kalangan bangsa yang nota bene beragama Islam. Perbedan yang mencolok adalah dari kalangan organisasi- organisasi keagamaan, sebut saja NU dan Muhammadiyah. Kedua organisasi ini berbeda cara dalam menentukan awal bulan. NU menggunakan Ru’yah sedangkan Muhammadiyah menggunakan Hisab dalam menentukan awal bulan tersebut.
Dalam makalah ini akan dibahas beberapa hal terkait dengan Isbat bulan Qamariyah, terutama tentang Hisab dan Ru’yah.
B. Rumusan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan materi dalam makalah ini, maka kami akan membatasi dengan menjelaskan beberapa rumusan masalah saja. Diantaranya adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan kalender Hijriyah?
2. Bagaimana dalil (ayat al Qur’an dan hadis Nabi) terkait dengan kalender Hijriyah?
3. Apa saja yang digunakan untuk penetapan bulan Qamariyah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi kalender Hijriyah
Muhammad Ilyas yang dianggap sebagai penggagas pertama Kalender Islam internasional menjelaskan, Kalender Hijriyah atau Kalender Islam adalah kalender yang berdasar atas perhitungan kemungkinan Hilal atau bulan sabit terlihat pertama kali dari sebuah tempat pada suatu Negara. Dengan kata lain yang menjadi dasar Kalender Hijriyah adalah Visbilitas Hilal di suatu Negara.[1]
Dari rumusan-rumusan di atas dapat diperoleh keterangan bahwa pada mulanya yang menjadi patokan Kalender Hijriyah adalah Hijrah Nabi dari Makkah ke Madinah dan penampakan hilal bukan Hisab atau Ru’yah.[2]
B. Ayat al Quran dan Hadis Nabi Terkait Penetapan Hilal dalam Kalender Hijriah
Dalam Almanak Hisab Ru’yah yang diterbitkan oleh Departemen Agama RI dijelaskan ada lima belas ayat Al Quran dan sembilan belas Hadis Nabi saw yang terkait dengan Kalender Hijriyah. Di antaranya:[3]
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, Dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri.kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.[4]
Pada surat at Taubah ayat 36 Allah menginformasikan tentang bilangan bulan dalam satu tahun. Dan ayat yang lain ialah:
يَسْأَلونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.[5] (al-Baqarah, 189)
Begitu pula Nabi menjelaskan dalam sebuah hadisnya sebagai berikut:
Kalau kalian melihat hilaal (awal Ramadhan) maka berpuasalah, dan jika kalian melihatnya (hilal tanda masuk bulan Syawwal) maka berbukalah. Dan jika (pandangan) kalian terhalangi oleh awan, maka berpuasalah tiga puluh hari. (Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, Muslim dan An-Nasa’i)
Apabila kalian melihat hilal maka berpuasalah dan apabila kalian melihatnya maka berhari rayalah, dan apabila kalian terhalang maka sempurnakanlah tiga puluh hari. (H.R Bukhari, 4/106 dan Muslim 1081)[6]
“Bulan Kadang 29 (hari) dan kadang 30 (hari).” (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i)
Dalam buku Asbabun Nuzul, karangan Abi Hasan Ali bin Ahmad al Wahidiy an Nasaiburiy dijelaskan bahwa menurut salah satu riwayat ayat tersebut turun berkenaan dengan pertanyaan Mu’adz bin Jabal dan Tsa’labah bin Ghumamah kepada Rasulullah. Pertanyaan selengkapnya berbunyi:
”Ya Rasulallah! Mengapa bulan sabit itu mulai timbul kecil sehalus benang, kemudian bertambah besar hingga bundar dan kembali seperti semula, tiada tetap bentuknya?”[7]
Menurut Quraish Shihab dengan diawali ”pertanyaan ” maka ayat ini mendidik umat manusia untuk memiliki sikap “rasa ingin tahu”. Namun bila diperhatikan dalam ayat itu terkandung juga konsep dasar tentang bulan Hijriah. Konsep dasar yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah “bulan sabit” (Hilal).[8]
C. Sistematika- sistematika Penetapan Bulan Qamariah
a. Hisab
Kata Hisab cukup terkenal, berasal dari bahasa Arab yang berarti hitungan. Hisab ini terdiri atas dua macam; Hisab ‘Urfi dan Hakiki. Yang dimaksud dengan Hisab ‘Urfi adalah sistem perhitungan kalender yang didasarkan pada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara Konvensional. Sedangkan yang dimaksud dengan Hisab hakiki adalah sistem Hisab yang didasarkan pada peredaran bulan dan bulan yang sebenarnya.
Berdasarkan Hisab Hakiki, maka ada beberapa aliran dalam menetapkan awal bulan Qamariah yaitu:
1) Ijtimak Semata, yaitu menetapkan bahwa awal bulan Qamariah di mulai ketika terjadi Ijtimak. Pengikut aliran ini mengemukakan adegium yang terkenal: “ Ijtima’u an Nayyiroin ithbatun baina as Syahroini” (bertemunya dua benda yang bersinar (Matahari dan Bulan merupakan pemisah antara dua bulan). Aliran ini tidak mempermasalahkan Hilal dapat dilihat atau tidak. Aliran ini berpegang pada astronomi murni. Dalam Astronomi dikatakan bahwa bulan baru terjadi sejak saat matahari dan bulan dalam keadaan Ijtima’.[9]
Aliran ijtimak semata ini dibagi menjadi tiga macam:
a. Ijtimak Qablal Ghurub: aliran ini mengkaitkan saat Ijtimak dengan saat terbenam Matahari. Kelompok ini membuat kriteria jika terjadi sebelum terbenam matahari maka malam hari itu sudah dianggap bulan baru (Newmoon). Namun bila Ijtimak terjadi setelah terbenam matahari, maka malam itu dan keesokan harinya ditetapkan sebagai hari terakhir dari bulan Qamariah yang sedang berlangsung. Aliran ini sama sekali tidak mempersoalkan Ru’yah, juga tidak mempertimbangkan posisi Hilal dari ufuk. Asal sebelum matahari terbenam sudah terjadi Ijtimak meskipun Hilal masih di bawah ufuk maka malam hari itu dan keesokan harinya berarti sudah termasuk bulan baru.
b. Ijtimak Qablal Fajr: Beberapa orang ahli Hisab mensinytalir adanya pendapat yang menetapkan bahwa permulaan bulan Qamariah ditentukan pada saat Ijtimak dan terbit fajar. Mereka menetapkan kriteria bahwa apabila Ijtimak terjadi sebelum terbit fajar maka sejak terbit fajar itu sudah masuk bulan baru dan bila Ijtimak terjadi sesudah terbit fajar maka hari sesudah terbit fajar itu masih termasuk hari terakhir dari bulan Qamariah yang sedang berlangsung. Kelompok ini juga berpendapat bahwa saat Ijtimak tidak ada sangkut pautnya dengan terbenam matahari.
c. Ijtimak dan tengah malam: Kriteria awal bulan menurut aliran ini adalah bila Ijtimak terjadi sebelum tengah malam maka mulai tengah malam itu sudah masuk awal bulan. Akan tetapi bila Ijtimak terjadi sesudah tengah malam maka malam itu masih termasuk bulan yang sedang berlangsung dan awal bulan (Newmoon) ditetapkan mulai tengah malam berikutnya.
2) Ijtimak dah Posisi Hilal di atas Ufuk
Dalam aliran ini awal bulan Qamariah dimulai sejak terbenam matahari sama persis dengan aliran Ijtimak Qablal Ghurub. Akan tetapi ada perbedaan yang prinsipil dalam menetapkan kedudukan bulan di atas ufuk. Pada aliran Ijtima’ Qablal Ghurub sama sekali tidak mempertimbangkan kedudukan Hilal di atas ufuk pada saat terbenam matahari (Sunset), sedangkan Ijtimak dan posisi Hilal di atas ufuk selalu mempertautkan kedudukan Hilal di atas ufuk. Tegasnya, walaupun Ijtimak terjadi sebelum terbenam matahari atau saat terbenam matahari tersebut belum dapat ditentukan sebagai awal bulan Qamariah sebelum diketahui posisi Hilal di atas ufuk pada saat terbenam matahari itu.[10]
Aliran Ijtimak dan posisi Hilal kemudian terbagi lagi menjadi tiga cabang. Hal ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, ufuk (Horison) yang dijadikan batas untuk mengukur apakah Hilal sudah berada di atas atau masih di bawahnya pada saat terbenam. Kedua, berkaitan dengan fisik maupun penampakan Hilal yang harus dijadikan ukuran (baca:Visibilitas Hilal). Berangkat dari dua persoalan di atas, lahirlah tiga cabang aliran ini, yaitu sebagai berikut:
a. Ijtimak dan Ufuk Hakiki: Awal bulan Qamariah menurut aliran ini dimulai saat terbenam matahari setelah terjadi Ijtimak dan pada saat itu Hilal sudah berada di atas ufuk hakiki (True Horizon). Adapun pengertian dari ufuk hakiki adalah lingkaran bola langit yang bidangnya melalui titik pusat bumi dan tegak lurus pada garis Vertikal dari si peninjau. Sedangkan posisi atau kedudukan Hilal pada ufuk adalah posisi atau kedudukan titik pusat bulan pada ufuk hakiki. Jelasnya menurut aliran ini awal bulan Qamariah dimulai pada saat terbenam matahari setelah terjadi Ijtimak pada saat itu atas ufuk hakiki.
b. Ijtimak dan Hissi: menurut aliran ini awal bulan dimulai pada saat terbenam matahari setelah terjadi ijtimak dan saat itu Hilal sudah di atas ufuk hissi (Astronomical Horizon). Yang dimaksud ufuk hissi adalah lingkaran pada bola langit yang bidangnya melalui permkaan bumi tempat si pengamat tersebut. Jelasnya, menurut aliran ini awal bulan Qamariah dimulai pada saat terbenam matahari setelah terjadi Ijtimak dan pada saat itu bulan berada di atas ufuk hissi.
c. Ijtimak dan Imkanur Ru’yah: Menurut aliran ini awal bulan Qamariah dimulai pada saat terbenam matahari setelah terjadi Ijtimak dan pada saat itu Hilal dimungkinkan untuk dapat diru’yah, sehingga diharapkan awal bulan Qamariah sesuai dengan penampakan Hilal yang sebebnarnya (Actual Sighting), jadi yang menjadi acuan adalah penentuan kriteria Visibilitas Hilal untuk dapat diru’yah.
b. Ru’yah
Ru’yah berasala dari bahasa arab (Raay, Yaraa dan menjadi Rakyan dan Rukyatan dan seterusnnya), dalam bahasa arab Ra’a berarti mengamati. [11]
Istilalh Ru’yah menjadi penting, karena ia teramasuk istilah dalam Hadis. Dalam Hadis kata Ru’yah ditemukan sebanyak 62 kali
Dari beberapan redaksi Hadis yang didalamnya terdapat kata Ra’a dan sebagainya telah dipahami pengertian kata ru’yah dan kata jadian lainnya secara garis besar dibagi menjadi tiga.
1) Melihat dengan mata telanjang, hal ini dapat dilakukan oleh siapa saja
2) Melihat melalui kalbu (Intuisi), ada beberapa hal yang mana manusia hanya dapat mengatakan “tentang hal itu hanya Allahlah yang lebih mengetahui”
3) Melihat dengan Ilmu Pengetahuan, hal ini dapat dijangkau oleh manusia yang memiliki bekal dan ilmu pengetahuan.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan:
1. Muhammad Ilyas yang dianggap sebagai penggagas pertama Kalender Islam internasional menjelaskan, Kalender Hijriyah atau Kalender Islam adalah kalender yang berdasar atas perhitungan kemungkinan Hilal atau bulan sabit terlihat pertama kali dari sebuah tempat pada suatu Negara. Dengan kata lain yang menjadi dasar Kalender Hijriyah adalah Visbilitas Hilal di suatu Negara.
2. Hilal memiliki Fase tersendiri dalam setiap putarannya yaitu 29-30 hari, sebagai mana hadis nabi:
Bulan Kadang 29 (hari) dan kadang 30 (hari). (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i)
3. Hisab berasal dari bahasa arab yang artinya hitungan, akan tetapi dalam konteks ini Hisab terdiri dari dua macam, yaitu Hisab Urfi dan Hakiki.
Yang dimaksud dengan Hisab Urfi ialah sistem perhitungan kalender yang berdasar pada peredaran rata-rata bulan yang mengelilingi bumi, dan ditetapkan secara Konvisional. Adapun yang dimaksud dengan Hisab Hakiki ialah sistem Hisab yang didasarkan pada peredaran bulan.
4. Begitu pula Ru’yah berasal dari bahasa arab, yaitu (Ra’a, Yaraa, dan menjadi Ra’yan, Ra’yatan, dan seterusnya). Istilah Ru’yah menjadi penting disebabkan oleh penemuan dalam Hadis, dan terdapat sebanyak 62 kali. Dari beberapa redaksi Hadis yang terdapat didalamnya ialah kata Ra’a yang dipahami pengertiannya sebagai Ru’yah.
b. Saran
Setelah memahami definisi kalender Hijriah dalil-dalilnya serta sitematika penetapan bulan Qamariah, maka diharapkan setiap orang mampu melakukan Isbat bulan Qamariah, baik secara Individu maupun secara Kolektif. Terkait adanya perbedaan mengenai isbat bulan Qamariah dalam satu Negara hendaklah tidak terlalu dipermasalahkan, tinggal mengikuti apa yang telah menjadi keputusan pemerintah dalam satu Negara, sebagai mana firman Allah swt:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan Ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
jadi dalam memutuskan Ru’yah di harapkan saling menghargai satu sama lain, sebab banyak nas Al-Qur’an dan hadis nabi yang membahas mengenai Hilal, Hisab, dan Ru’yah yang membuat seorang muslim berbeda pendapat. Dan sebagai seorang muslim yang ta’at pada Negara yang di anjurkan oleh Allah swt dalam Al-Qur’an maka lebih baiknya kita menta’ati keputusan yang di anjurkan oleh pemerintah.
Daftar putaka
Abu Yusuf Al-Astsari, Hisab atau Ru’yah (Tp. Tk. Tt)
Susiknan Azhari, 2007. Penggunaan Sistem Hisab dan Rukyat di Indonesia,(Jakarta:Penerbit Litbang dan Diklat Departemen Agama RI)
Moh. Ilyas, 1998. Sistem Kalender Islam dari Perspektif Astronom (Tp. Tk.)
Ibrohim Al-Hazimi, Risalah Ru’yatul Hilal Wal Hisab Al-Falaki (Tp, Tk. Tt) http://www.Antara.co.id/arc/2008/9/30/Ratusan-Jamaah-Muslimin-Hizbullah-Sholat-id/
[1] Susiknan Azhari,, Penggunaan Sistem Hisab dan Rukyat di Indonesia,(Jakarta:Penerbit Litbang dan Diklat Departemen Agama RI,2007),18
[2]Ibid,
[4] Al-qur’an: 9. 36
[6]Abu yusuf al-Atsari, hisab atau Ru’yah. (Tp. Tk. Tt) 11-12
[8]Moh. Ilyas,sistem kalender islam dari perspektif astronom (Tp. Tk. 1998) 15-16
[11] Abu yusuf al-Atsari, hisab atau Ru’yah. (Tp. Tk. Tt) 49